Pendidikan Islam Jangan Selalu Dimarginalkan

12-10-2015 / KOMISI VIII

 

Indonesia merupakan negara mayoritas Islam. Akan tetapi dalam hal pendidikan, Pendidikan Islam (Pendis) tidak menjadi mayoritas dalam kedudukan pendidikan nasional. Pendis di pandang selalu berada pada posisi deretan kedua atau posisi marginal dalam sistem pendidikan nasional. Berbagai persoalan dan hambatan mencuat dalam penyelenggaraan Pendis tidak dapat dielakkan sebagai ekses dari implementasi kebijakan pendidikan nasional yang di desain oleh pemerintah.

Hal ini diungkapkan anggota Komisi VIII DPR RI, Kuswiyanto dari F-PAN saat pertemuan dengan Kakanwil Kemenag Sulteng Zulkifli Tahir, di Kantor Kakanwil Kemenag Sulteng, baru-baru ini.

“Pendis ini hadir, pertama adalah targetnya untuk terbentuk grand desain Pendidikan Indonesia. Kedua adalah, bagaimana setelah grand desain ini ada tata kelola ini menjadi lebih baik. Ketiga adalah, kita akan menuntut keadilan dari pemerintah pusat karena anggaran pendidikan yang di Kemendiknas itu jauh porsinya lebih besar daripada yang ada di Kemenag. Ini salah satu wujud ketidak-adilan,” tegas Kuswiyanto dengan bertekad  akan mendorong Kemenag betul-betul mengelola pendidikan ini dengan baik.

Celakanya, lanjut politisi PAN ini, ketika reformasi bahwa agama ini menjadi urusan pemerintah pusat, tapi kebablasan sampai kepada pendidikan agama. Mestinya pendidikan agama itu ikut diotonomikan.

Diingatkan, tahun 2014 lalu Mendagri itu sudah mengeluarkan edaran bahwa hendaknya sekolah-sekolah madrasah dan sekolah lainnya mendapatkan perhatian. “Kalau surat Mendagri belum cukup, kita akan dorong kepada Presiden RI untuk membuat surat sehingga ini lebih kuat lagi. Ini yang akan kita perjuangkan kepada Presiden RI,” tukasnya. 

Ia menyarankan kepada Asisten I Setdaprov Sulteng Arief Latjuba dan Kakanwil Kemenag Sulteng Zulkifli Tahir, bagaimana pemerintah kabupaten dan provinsi ini mendorong bahwa Tsanawiyah, Aliyah dan lain-lain itu untuk mendapatkan porsi pendanaan. Tahun 2013 anggaran Pendis itu kira-kira Rp 45 Triliyun, sekarang menjadi Rp 46 Triliyun.

“Saya punya keyakinan, Insya Allah Menteri Agama akan berjuang meningkatkan anggaran ini menjadi lebih besar, paling tidak ketika APBN-P,  dibantu oleh Komisi VIII DPR,” tegasnya.

Ia menambahkan, tidak adil kalau sekolah di kalangan Kemenag ini selalu dimarginalkan dengan alasan dianggap belum otonomi. “Mudah-mudahan perjuangan Komisi VIII DPR RI akan berhasil. Namun perlu dukungan  data yang konkret,” tutupnya.(iw)/foto:iwan armanias/parle/iw.

BERITA TERKAIT
Panja Revisi UU Haji DPR Dengarkan Pertimbangan DPD Guna Pengayaan Substansi
23-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui Komisi VIII menggelar rapat untuk mendengarkan pertimbangan dari Dewan...
Dorong Percepatan RUU Haji dan Umrah untuk Tingkatkan Pelayanan Jemaah
23-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haji dan Umrah saat ini menjadi prioritas DPR RI untuk segera dirampungkan. Hal...
Achmad Soroti Pentingnya Zona Strategis Armuzna untuk Kelancaran Haji 2026
23-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VIII DPR RI, Achmad, menegaskan pentingnya pembayaran segera mungkin yang dilakukan oleh BPKH guna pengamanan...
Negara Wajib Lindungi Jemaah Haji dan Umrah Mandiri
22-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Singgih Januratmoko menegaskan pentingnya kehadiran negara dalam memberikan perlindungan terhadap jemaah...